Senin, 06 Juli 2020

ELI COHEN, SPYMASTER ISRAEL


Eli Cohen lahir di Aleksandria (Iskandariah), Mesir, pada 16 Desember 1924. Mengikuti jejak orangtuanya, ia pemeluk Yahudi Ortodoks. Pada Desember 1956, ia dan keluarganya diusir dari Mesir menyusul terjadinya krisis Suez. Mereka pun pindah ke Haifa, Israel.
    Tahun 1957, Eli direkrut oleh intelijen militer Israel. Namun, dengan cepat ia merasa bosan karena pekerjaannya sebagai analis mengharuskannya berada di balik meja. Ia pun mencoba mendaftar Mossad, tapi ditolak. Penolakan itu rupanya membuat Eli tersinggung. Ia mundur dari militer dan menikahi seorang wanita Yahudi-Irak bernama Nadia Majaid. 
    Selama dua tahun berikutnya, Eli Cohen menjalani kehidupan normal di Tel Aviv. Yang tidak dia ketahui, dossier-nya kembali muncul di Mossad saat dilakukan penyaringan atas "berkas buangan" oleh Meir Amit, Direktur Mossad. Pada waktu itu, Amit sedang mencari "jenis agen tertentu untuk menginfiltrasi pemerintahan Suriah". Karena tidak menemukan orang yang cocok dalam berkas aktif, maka dia pun membuka-buka berkas buangan. Cohen muncul sebagai satu-satunya kemungkinan yang ada.
    Pengintaian terhadap Eli Cohen pun dilakukan. Laporan mingguan dari kantor perekrutan Mossad menggambarkan kebiasaannya yang rewel dan pengabdiannya kepada istri dan keluarganya. Ia pekerja keras, mudah memahami sesuatu dan bekerja baik di bawah tekanan. Singkatnya, Cohen cocok menjadi agen yang diinginkan Meir Amit.
    Eli pun memulai kursus intensif 6 bulan di sekolah pelatihan Mossad. Ia belajar membuat bahan peledak dan bom waktu dari bahan-bahan sederhana, menguasai beladiri tanpa senjata, menjadi penembak jitu kelas satu, juga pakar pencuri. Daya ingatnya fenomenal. Laporan kelulusannya menyatakan bahwa Eli memiliki semua kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang agen handal.
    Meir Amit kemudian menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk menciptakan kisah hidup Kamil Amin Taabes; seorang pengusaha berdarah Suriah yang pulang ke kampung halaman setelah lama tinggal di Argentina. Kamil Amin Taabes akan menjadi nama samaran bagi Eli Cohen.
    Dengan cepat, Eli mempelajari peta-peta jalan dan foto Buenos Aires, menghapal perbedaan antara surat muatan dengan sertifikat pengapalan, surat kontrak dan jaminan, segala sesuatu yang perlu ia ketahui terkait bisnis ekspor dan impor ke Suriah.
    Pada 1961, Cohen pindah ke Buenos Aires demi memantapkan samarannya. Di ibukota Argentina ini, Cohen berhasil masuk ke komunitas pengusaha Arab, menampilkan dirinya sebagai sosok pendukung Partai Ba'ath Suriah dan memiliki dana besar untuk disumbangkan ke partai tersebut.
    Tahun 1962, Cohen alias Kamil Amin Taabes pindah ke Damaskus. Dengan segara ia memapankan diri di tengah komunitas bisnis Damaskus, menggelar pesta mewah untuk merintis lingkaran persahabatan di kalangan elit. Tak lama kemudian, ia berhasil menjalin persahabatan dengan Maazi Zahreddin, keponakan presiden Suriah.
    Zahreddin orangnya suka sesumbar, selalu ingin memamerkan kekuatan militer Suriah, dan Cohen dengan pintar mengeksploitasi sifat sahabat barunya itu. Tak butuh waktu lama, Cohen diajak mengikuti tur ke kawasan pertahanan Suriah di Dataran Tinggi Golan. Zahreddin bahkan mengijinkannya mengambil foto. Beberapa jam setelah kedatangan 200 tank T-54 buatan Rusia ke Suriah, Cohen sudah mengirim informasi ke Tel Aviv. Ia bahkan berhasil memperoleh sebuah cetak biru lengkap seputar strategi Suriah untuk mengepung wilayah utara Israel--sebuah informasi yang sangat bernilai.
    Sepanjang tahun 1962-1965, Cohen menyuplai begitu banyak data intelijen ke Israel. Dia mengirim informasinya lewat radio, surat rahasia, bahkan melakukan perjalanan sendiri. Tercatat ia 3 kali melakukan perjalanan rahasia ke Israel. Informasinya yang paling berharga tentu saja strategi Suriah di Dataran Tinggi Golan. Informasi itu sangat berguna bagi Israel dalam Perang Enam Hari sehingga mereka mampu menguasai kawasan tersebut hanya dalam 2 hari.
    Akan tetapi, ibarat kata pepatah sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga, begitu pula yang dialami Eli Cohen. Kepala intelijen Suriah yang baru, Ahmed Suidani adalah seorang pencuriga dan dia tidak menyukai Kamil Amin Taabes. Dalam kepulangan rahasianya yang terakhir ke Israel, sekaligus demi melihat kelahiran putranya yang ketiga, Eli menyatakan rasa takutnya terhadap lelaki itu kepada Mossad. Namun, Mossad memintanya kembali ke Suriah.
    Pada Januari 1965, dengan menggunakan peralatan teknologi tinggi dari Rusia dan dibantu oleh ahli Rusia, intelijen Suriah meningkatkan upayanya untuk melacak mata-mata pengkhianat. Suatu malam, Eli Cohen sedang bersiap-siap mengirim transmisi ke Israel. Saat ia menyalakan transmiternya, sejumlah perwira intelijen Suriah mendobrak pintu dan menyerbu masuk ke dalam apartemen. Cohen ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.
    Pada 18 Mei 1965, beberapa menit setelah pukul 02.00 dinihari, sebuah konvoi berjalan keluar dari penjara El Maza di Damaskus. Di dalam salah satu truk duduk sang spymaster Israel, Eli Cohen.
    Eli Cohen dihukum gantung di Marjeh Square, Damaskus, disaksikan ribuan warga Suriah dan di bawah sorotan lampu-lampu kamera televisi, tepat pada pukul 03.35 dinihari.


  

Dinukil dari buku Gideon's Spies karya Gordon Thomas, terbitan Pustaka Primatama, dengan sedikit tambahan dari penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PELIKNYA REGENERASI PETANI INDONESIA

Dalam sepiring makanan yang tersaji dihadapan kita, terkandung upaya para petani. Taruhlah pagi ini kita sarapan nasi serta oseng-oseng kaca...